Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

5 Tradisi Unik Suku Osing Banyuwangi yang Masih Awet Hingga Saat Ini

5 Tradisi Unik Suku Osing Banyuwangi yang Masih Awet Hingga Saat Ini
5 Tradisi Unik Suku Osing Banyuwangi yang Masih Awet Hingga Saat Ini

Oldtravian.com - Banyuwangi, sebuah kota di Indonesia yang sudah menjadi rahasia umum bahwa menyimpan pesona wisata tiada tara keindahnnya. Mulai dari wisata pesisir, alam yang hijau hingga wisata pulau-nya sangat menarik dan istimewa untuk di singgahi. Berada di Banyuwangi, jangan lewatkan pula mencicipi kuliner tradisional bernama Pecel Rawon yang unik dengan kelezatan cita rasa tinggkat tinggi. Tak hanya sekedar spot tempat wisata dan kuliner, Banyuwangi juga memiliki ragam kebudayaan dan tradisi yang unik untuk ditelisik. ‘Wong Blambangan’ atau Suku Osing merupakan penduduk mayoritas yang menghuni dibeberapa kecamatan di Banyuwangi. Sama seperti setiap suku lain yang mendiami suatu tempat di Indonesia, Suku Osing juga memiliki keistimewaan dan keunikan tersendiri. Untuk bertemu dengan Suku Osing, Sobat bisa berkunjung ke Desa Adat Kemiren di kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Mau tau apa aja fakta unik dari Suku Osing yang menarik? Simak penjelasan berikut ini sampai tuntas ya.

1. Tumpeng Sewu, pesta mewah ala Suku Osing

Tumpeng Sewu, pesta mewah ala Suku Osing

Sudah menjadi rahasi umum bahwa di setiap tempat di Indonesia pastilah memiliki tradisi yang unik. Salah satunya adalah tradisi yang dimiliki Suku Osing Banyuwangi. Bernama Tumpeng Sewu, tradisi yang satu ini merupakan tradisi makan besar. Tradisi Tumpeng Sewu ini masih tetap dilestarikan oleh suku asli Banyuwangi hingga saat ini. Perayaan Tumpeng Sewu sendiri rutin dilakukan pada bulan Dzulhijah atau yang lebih umum dengan sebutan bulan Haji. Masyarakat Osing percaya, dengan adanya pesta atau upacara ini, mereka akan dijauhkan dari malapetaka. Upacara Tumpeng Sewu ini menjadi semacam tradisi tolak balak. Mereka memiliki kepercayaan, jika upacara tersebut tidak dilaksanakan, maka musibah akan mendatangi wilayah yang mereka tinggali. Dalam tradisi upacara Tumpeng Sewu, beragam makanan dihidangkan, dan yang tak boleh ketinggalan adalah pecel phitik, yakni ayam panggang yang diberi serutan kelapa dan bumbu khas Suku Osing.

2. Bahasa sehari hari yang hanya dimengeri Suku Osing

Beda suku beda bahasa. Selogan tersebut menang benar adanya. Tak heran jika di Indonesia ini memiliki ratusan bahasa lokal atau yang biasa disebut dengan bahasa daerah, karena memang di setiap suku yang mendiami belahan wilayahnya meimiliki bahasa tersendiri. Begitu pula dengan Suku Osing Banyuwangi yang merupakan penduduk mayoritas yang mendiami kota Banyuwangi, juga mempunyai bahasa sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa tersebut merupakan turunan langsung dari Bahasa Jawa kuno seperti halnya di Bali. Ada dua jenis sistem bahasa yang digunakan dalam Bahasa Osing yaitu Bahasa Osing (bahasa sehari-hari) dan goko-krama. Uniknya sistem pengucapan (fonologi) dalam Bahasa Osing banyak menggunakan diftong “ai”contohnya saja kata “bengi” akan dibaca “bengai”.

3. Nginang, hal wajib bagi emak emak Suku Osing

Berada di Banyuwangi, Sobat cobalah berjalan jalan mengunjungi pedesaan yang ada disana. Selain alamnya yang menawan, Sobat juga akan menemukan hal hal baru yang unik. Salah satunya adalah ibu ibu atau yang biasa disebut dengan ‘emak’ yang selalu menggosok gigi mereka dengan sebuah ramuan berwarna merah kecoklatan. Tradisi tersebut disebut dengan Nginang atau ngunyah pinang. Bahan yang digunakan untuk nginang terdiri dari pinang, gambir, kapur sirih yang kemudian digulung menjati satu pada daun sirih. Meski di beberapa wilayah, tradisi nginang tempo dulu sudah makin ditinggalkan. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi masyarakat Suku Osing. Mereka tetap melestraikan tradisi tersebut hingga di era serba modern seperti sekaranf. Yang unik, sebagai salah satu bentuk pelestarian tersebut oleh masyarakat adalah dengan mengadakan lomba nginang.

4. Koloan Selametan, tradisi wajib bagi anak Osing yang hendak di khitan

Jika berkunjung ke Banyuwangi pada bulan bulan tertentu, maka Sobat bisa menyaksikan salah satu tradisi unik miliki Suku Osing, bernama Koloan Selametan. Tradisi Koloan akan dilaksanakan ketika anak Suku Osing akan melakukan sunatan (khitan). Filosofi dibalik tradisi ini adalah menggembleng anak Suku Osing agar memiliki mental mantap dan siap untuk di khitan. Tradisi ini dilakukan dengan cara meneteskan darah ayam di kepala anak yang akan di sunat dengan cara disembelih. Ayam yang digunakan dalam ritual, bukan sembarang ayam. Melainkan harus ayam jago berwarna merah yang masih perjaka. Unik sekali bukan? Pasti upacara Koloan Selametan tak bakal bisa Sobat temukan di kota kota besar tempat tinggal Sobat.

5. Tradisi ‘Mape Kasur’ , hal unik yang rutin dilakukan Suku Osing

Tradisi ‘Mape Kasur’ , hal unik yang rutin dilakukan Suku Osing

Satu hal unik lain yang ada mungkin hanya dimiliki masyarakat Suku Osing Banyuwangi adalah ‘Mepe kasur’ (jemur kasur). Ya, jika di tempat lain menjemur kasur atau tempat tidur hanya dilakukan ketika kasur basah, maka tidak bagi orang orang Suku Osing. Mepe kasur merupakan tradisi yang rutin dilakukan pada bulan Dzulhijah bersamaan dengan acara selamatan desa. Dari tradisi ini, masyarakat Osing bisa menjaga kerukunan dan semangat bekerja dalam rumah tangga. Biasanya pada hari H perayaan, seluruh masyarakat desa akan Mepe Kasur secara bersamaan. Kerukunan mereka pun terlihat dari warna kasur yang mereka gunakan, yakni warna merah dan hitam yang melambangkan tolak balak dan kelanggengan keluarga.